JAKARTA, INFOBRAND.ID - Hari ini siapa yang tidak mengenal restoran cepat saji McDonald’s? Pasti anda semua yang sedang membaca artikel ini pernah merasakan bagaimana lezatnya hidangan yang disajikan oleh rumah makan asal Amerika Serikat itu.
Atau mungkin anda adalah bagian dari kaum urban yang sering menikmati suasana hangat sembari menyeruput kopi di gerai kopi terbesar di dunia saat ini, Starbucks. Tapi apakah anda tahu bagaimana mereka dapat menjalankan bisnis sehingga menjelma jadi raksasa dalam industri makanan dan minuman di seantero bumi? Jawabannya adalah waralaba atau franchise.
Dirunut dari laman Wikipedia, waralaba merefleksikan sebuah hak untuk menjual suatu produk atau jasa maupun layanan. Di dalam negeri sendiri, waralaba merupakan perikatan yang salah satu pihaknya diberikan hak memanfaatkan kekayaan intelektual untuk menjalankan usaha dari pihak lain. Sebagai kompensasi, penerima hak akan menyanggupi sejumlah imbalan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh kedua belah pihak dalam rangka penyediaan atau penjualan.
IKLAN INFOBRAND.ID
Mengguritanya segmen usaha dengan konsep waralaba merupakan bukti keniscayaan bahwa skema yang telah dirintis oleh Isaac Singer pada pertengahan abad ke-19 silam masih cukup relevan dengan kehidupan berekonomi saat ini.
Tengok saja, berapa banyak bisnis eksisting yang kemudian bertransformasi guna mengusung konsep waralaba. Tujuan jelas, memperbesar pangsa pasar dan juga ceruk ekonomi. Bak gayung bersambut, industri waralaba di Indonesia terus berada dalam tren positif. Bonus demografi menjadi salah satu kunci yang men-drive pelaku usaha untuk terus berinovasi dalam menghadirkan produk dan jasa terbaik bagi konsumen.
Dengan predikat sebagai negara terbesar keempat di dunia yang berpenduduk 265 juta jiwa, maka tak salah bila Indonesia menjadi pasar yang cukup menggiurkan bagi para investor untuk menggali cuan lebih dalam.
Belum lagi jika mencermati pertumbuhan kelas menengah yang kian masif dalam kurun waktu satu dekade ini. BPS (Badan Pusat Statistik) menyebut, jumlah usia produktif di Indonesia diperkirakan mencapai 64 % dari total penduduk pada rentang waktu 2020-2035.
Disisi lain, berdasarkan informasi yang dihimpun Redaksi, valuasi transaksi industri waralaba pada 2018 diperkirakan mencapai Rp7,5 triliun. Angka tersebut melonjak Rp500 miliar dibandingkan dengan 2017 yang berada pada kisaran Rp7 triliun.
IKLAN INFOBRAND.ID
Beberapa uraian di atas tentu saja merupakan data yang berharga bagi para pelaku usaha untuk dapat meng-grab potensi konsumsi melalui ekspansi bisnis kekinian.
Konsultan International Franchise Business Management (IFBM) Evi Diah Puspitawati mengatakan tingkat keberhasilan sebuah waralaba dapat dikatrol oleh beberapa hal mendasar, seperti penyusunan sebuah konsep bisnis yang baik.
”Bisnis tersebut harus mempunyai struktur serta standar yang jelas sehingga mudah diduplikasi. Poin lainnya adalah harus efisien juga. Dan, jangan lupa proses bisnisnya sebisa mungkin harus simple,” ujarnya.
Menurut dia, kapabililtas franchisor dalam menghasilkan laba akan menjadi poin penting dalam penyusunan prospectus guna menggaet investor. Selain itu, kesepahaman idea dan semangat untuk menjalankan usaha merupakan modal utama suksesnya sebuah bisnis franchise atau kewaralabaan.
Senada, Senior Franchise Consultant di FT Consulting Indonesia Utomo Njoto menyebut setiap bisnis pasti berpotensi untuk tumbuh dan berkembang. Namun, dia tidak memungkiri pula bahwa setiap skema usaha pasti memiliki faktor positif dan negatif.
IKLAN INFOBRAND.ID
“Setiap pelaku usaha, baik franchisor maupun franchisee harus paham betul soal plus-minus kegiatan bisnis yang mereka jalani. Hal tersebut berguna untuk mereduce risiko yang akan muncul dikemudian hari,” katanya.
Utomo mengingatkan bahwa skema waralaba bukanlah bisnis yang 100% aman, namun dinilai cukup sukses karena telah mengalami masa trial dan pembentukan pola usaha yang lebih terstruktur.
“Setiap bisnis harus dibarengi oleh passion, kerja keras, serta tekad yang kuat agar tercapai semua tujuan yang telah ditetapkan sebelumya,” ungkapnya.
Sejumlah keunggulan dan seluruh potensi telah tergambar dengan cukup jelas. Sekarang, saatnya anda para investor untuk menentukan pilihan, line bisnis apa yang ingin digeluti melalui skema waralaba.
Utomo mengingatkan bahwa skema waralaba bukanlah bisnis yang bersifat auto-pilot. Lebih dari itu, skema ini juga tidak 100% aman. Setiap insan pelaku usaha harus benar-benar memahami bahwa kegiatan berekonomi selalu mendatangkan potensi untung dan juga rugi. Dalam rumus pasar saham, high profit means high risk.
IKLAN INFOBRAND.ID
Namun, pada industri franchise, risiko kerugian telah dapat ditekan karena konsep bisnis yang ditawarkan telah berhasil dan sukses melalui masa trial dan eror. Untuk, itu peluang yang didapat oleh investor untuk meraih keberhasilan usaha menjadi lebih tinggi presentasenya.
“Yang perlu saya tekankan kepada pelaku usaha, baik franchisor dan franchisee adalah setiap bisnis harus dibarengi oleh passion dan kerja keras. Gunanya untuk apa? Tidak lain adalah untuk bersama-sama meraih keberhasilan pada kegiatan bisnis yang mereka jalankan. Selain itu, tekad yang kuat juga dirasa perlu agar tercapai semua tujuan yang telah ditetapkan sebelumya,” ungkapnya.
Sejumlah keunggulan dan potensi tentang konsep bisnis franchise telah tergambar dengan cukup jelas. Diharapkan, para pelaku usaha, baik itu franchisor dan juga franchisee, dapat lebih optimistis lagi dalam menjalankan skema bisnis yang kini digeluti.
Kemudian, bagi para investor yang masih wait and see, saat ini adalah waktu yang paling tepat untuk membenamkan modal serta menentukan pilihan line bisnis apa yang ingin dimasuki melalui skema waralaba. Akhir kata kami mengucapkan, selamat bergabung pada konsep bisnis paling sukses sepanjang sejarah![]
