Perkembangan teknologi yang bergulir cepat menuntut setiap insan untuk tetap mengaktualisasikan diri dengan lingkungan. Hal tersebut juga berlaku dalam dunia usaha. Pada era digital saat ini, atau dalam bahasa intelektualnya kurang lebih berbunyi Revolusi Industri 4.0, perjalanan bisnis tentu saja harus sejalan dengan pola konsumsi masyarakat kebanyakan. Apalagi, dengan bonus demografi dan usia produktif yang besar, sudah barang tentu proses penyesuaian mutlak diperlukan.
Direktur PT Campina Ice Cream Industry Adji Andjono mengutarakan 5 hal penting yang harus dipetakan oleh pelaku usaha agar merai sukses dalam menghadapi persaingan bisnis di era serba internet. Pertama adalah Brand Equity, yakni bagaimana mempertahankan bisnis dengan perspektif digital.
“Hal ini penting untuk meningkatkan brand awareness terhadap masyarakat. Karena, banyak pemain-pemain kecil yang mereka aktif menggunakan platform digital itu malah lebih dikenal di masyarakat,” ujarnya.
Padahal, sambung Adji, sebelum ada bantuan teknologi informasi, para pemain kecil tersebut cukup kesulitan untuk menemukan momentum bisnis, apalagi sampai harus berhadapat head-to-head dengan pemain besar.
“Kami di Campina sudah berdiri selama 47 tahun, bisa dibilang kami menang momentum. Tetapi kalau kami tidak melakukan upaya pemanfaatan teknologi digital, start lari yang sudah lama tadi jadi tidak berarti,” katanya.
Kemudian, yang kedua adalah pemanfaatan sosial media (sosmed) sebagai bagian dari upaya membangun brand image yang diinginkan. Adji menyebut, saat ini sosmed memiliki kekuatan besar untuk merubah paradigma dalam masyarakat. Penciptaan opini tersebut tidak hanya berlaku untuk hal-hal yang bersifat positif, hal negatif pun juga jamak terjadi.
“Contohnya adalah viral. Segala content digital dapat menjadi informasi yang bisa menyebar luas dan cepat di masyarakat. Nah uniknya informasi itu bisa baik atau buruk. Ini yang perlu kita waspadai” ungkapnya.
Ketiga, adalah dengan memperhatikan penjualan (sales). Pola konsumsi masyarakat dalam membeli sesuatu sebenarnya dapat dilihat dari bagaimana mereka melakukan transaksi.
“Teknologi digital membawa kita pada situasi yang memungkinkan melakukan transaksi melalui beragam saluran. Untuk itu di website penjualan Campina, kami menawarkan beberapa fitur pilihan bayar dan itu cukup efektif dari sisi sales,” tuturnya.
Strategi keempat adalah media buying yang tepat. Upaya ini bertujuan untuk menjangkau target pasar yang dituju secara benar. Adji mencontohkan, pada era 90-an efektivitas saluran televisi dalam mempromosikan dan mengajak masyarakat untuk melakukan konsumsi sangat tinggi.
“Tinggal kita bikin iklan di semua televisi nasional itu beres, menjangkau semua wilayah di Indonesia. Kalau sekarang pelaku usaha harus pandai dalam memilih media untuk berpromosi, khususnya media digital karena kita harus paham betul siapa target market kita, apakah sesuai dengan medianya atau tidak,” katanya.
Keuntungannya, papar Adji, perusahaan yang yang berpromosi pada media digital seperti instagram, youtube maupun lainnya, akan mendapatkan rekam audiens yang jelas.
“Semua terdata, siapa yang melihat iklan kita, bagaimana latar belakang mereka dari sisi sosial, gender, kapan waktu favorit para audiens tadi melihat iklan kita. Jadi kita tahu setiap rupiah buget iklan yang kita investasikan itu akan mengalir kemana,” terangnya.
Terakhir adalah consumer insight¸ yakni bagaimana kita mengidentifikasikan pola konsumsi maupun prilaku berbelanja dari konsumen.
“Contoh paling gampangnya adalah salah satu waralaba yang punya fitur pembayaran bermacam-macam. Dari situ, data yang semua terkumpul dari banyak gerai kita olah dan kemudian kita analisa karakteristik pembelinya seperti apa, nanti akan ketahuan apa-apa saja. Bagus itu, bigdata,” jelasnya.