JAKARTA, INFOBRAND.ID – Bagi penggila diskon, tentunya Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) yang jatuh pada hari ini, Senin (11/11) menjadi hari yang paling dinanti-nantikan. Kenapa? Karena banyak promo menarik yang ditawarkan oleh sejumlah pelaku bisnis online. Mereka berlomba-lomba memberikan promo demi bisa menggaet hati calon konsumennya.
Tapi tahukah anda cerita di balik Harbolnas yang sesungguhnya? Berikut ulasan yang INFOBRAND.ID rangkum dari berbagai sumber. Cekidot..
Diperingati di China
Harbolnas disebut juga sebagai Hari Single Day. Awalnya diperingati di China oleh perusahaan belanja online Alibaba, hingga akhirnya kini menjalar ke sejumlah negara Asia lainnya, termasuk Indonesia yang hari ini sedang ramai.
Single Day yang dicetuskan oleh Chief Executive Alibaba, Daniel Zhang ini menjadi salah satu strategi jitu yang diluncurkan para pemilik bisnis online. Karena antusias masyarakat cukup tinggi, akhirnya banyak pelaku bisnis online lainnya menerapkan hal demikian sebagai bagian dari strategi penjualan mereka. Tak heran kalau banyak penjual menjajakan barang dagangannya di media sosial bahkan hingga setengah harga agar bisa menggaet banyak pembeli.
Baca juga: 6 E-Commerce Ini Ikut Meriahkan Harbolnas 11.11, Mana Lebih Menarik?
11.11 Hari anti-Valentine
Tanggal 11.11 boleh dibilang sebagai Hari anti-Valentine atau Hari Jomblo yang jadi kesempatan bagi para bujangan di China untuk berbelanja sendiri. Promosi ini berkontribusi untuk menjadikan perusahaan Alibaba paling bernilai dengan sekitar dua pertiga pasar e-commerce negara tersebut.
Di tahun 2018, penjualan Single Day mencapai 30 miliar dolar AS atau naik 27 persen dari tahun 2017 dan melebihi dari hari belanja online di AS yakni Black Friday dan Cyber Monday bila digabungkan.
Berebut Turunkan Diskon
Menurut orang yang akrab dengan masalah ini, tahun ini Alibaba menargetkan bisa meraup hingga 15 miliar dolar AS dalam daftar sekunder di Hongkong. Begitu juga dengan pengecer lain yang tak ingin ketinggalan. Mereka memangkas harga hingga 50 persen atau bahkan lebih.
Direktur pelaksana Asia untuk Edge by Ascential, perusahaan data dan analitik e-commerce, Declan Kearney merekomendasikan bahwa perusahaan terkenal membatasi diskon sebesar 15 persen sampai 20 persen.
“Jika anda memiliki merek seperti Nike, anda terpaksa menawarkan diskon, tetapi kuncinya adalah tidak terlibat dalam perang harga dan tidak merendahkan citra premium anda,” katanya.