Belakangan, kebiasaan masyarakat dalam membeli hewan kurban secara langsung telah bergeser ke ranah digital. Fenomena kurban online semakin jamak ditemui dalam kurun waktu lima tahun belakangan. Mencermati kondisi tersebut, INFOBRAND.ID mencoba menggali seberapa efektif skema transaksi pahala melalui digital tersebut.
Redaksi kemudian menghubungi Wakil Ketua III Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Provinsi DKI Jakarta Rini Supri Hartanti. Melalui sambungan telepon Rini menyebut esensi pemanfaatan teknologi dalam berkurban adalah mengajak khalayak berpartisipasi secara lebih luas.
“Dengan kurban secara online berarti kita ikut melakukan upaya empowering people, karena kami membeli hewan kurban dari peternak di suatu daerah, dan menyebarkan daging kurbannya juga di kawasan tersebut, jadi lebih merata,” ujarnya di Jakarta, Rabu (7/8).
Dia menyebut, dalam pengadaan hewan kurban, Baznas Prov. DKI dan Baznas RI menggandeng peternak binaan dan para mitra yang tersebar di seluruh Indonesia. Hal ini pula yang disinyalir menjadi penyebab lebih murahnya harga hewan kurban secara online.
“Intinya kan tetap satu ekor hewan kurban. Jadi, kalau kita beli secara langsung di pasaran mungkin harganya akan lebih mahal. Disinilah keuntungan berkurban secara online,” tuturnya.
Dalam catatannya, Baznas RI sendiri telah mulai merambah transaksi kurban secara digital sejak tiga tahun terakhir. Adapun, tema kurban Baznas RI tahun ini adalah “Kurban Berdayakan Desa,”.
Dihubungi terpisah, Direktur Resource Mobilization Dompet Dhuafa Yuli Pijihardi mengatakan langkah instansinya dalam merambah segmen digital merupakan upaya jemput bola.
“Kami di Dompet Dhuafa sudah menggunakan media online dalam pengumpulan dana kurban sejak dua tahun lalu,” imbuhnya.
Menurut dia, pemanfaatan teknologi tersebut dinilai sangat membantu dalam hal meningkatkan volume kurban secara nasional. Hal tersebut tidak lepas dari jangkauan internet yang bisa merambah hingga plosok daerah.
“Tahun lalu, kami menyalurkan kurban sekitar 12.000 ekor kambing, 900 diantaranya berasal dari transaksi online. Tahun ini kami menargetkan bisa menyalurkan sekitar 25.000 ekor kambing,” ucapnya.
Sampai dengan H-4 Hari Raya Idul Adha 2019, Dompet Dhuafa telah mencatatkan transaksi online sebanyak 2.200 kali. Adapun, estimasi pihak yang berhak mendapatkan zakat kurban (mustahiq) pada penyelenggaraan kurban tahun ini mencapai 250.000 jiwa.
“Angka itu didapat dengan asumsi bahwa satu ekor kambing bisa dibagikan kepada 10 orang,” katanya.
Lebih lanjut, Yuli juga memberikan kredit tersendiri terkait pemanfaatan teknologi digital dalam penghimpunan dana secara syar’i. Sebagai gambaran, pada tahun lalu Dompet Dhuafa berhasil mengumpulkan dana zakat fitrah sebesar Rp1,2 miliar. Adapun, untuk tahun ini zakat fitrah yang berhasil dihimpun tak kurang dari Rp7 miliar.
“Itu artinya ada potensi yang sangat besar untuk kami maksimalkan guna kepentingan umat,” sebutnya.
Yuli juga memastikan bahwa pembayaran hewan kurban secara online merupakan sesuatu yang sah dan halal, serta tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
“Kalau pengalaman saya, sebenarnya substansi berkurban itu adalah berbagi. Nah, dari sisi pekurbannya sendiri harus punya keyakinan bahwa kurban yang dia berikan bisa tersalurkan dengan benar dan tepat,” terangnya.
Untuk itu, guna melengkapi mekanisme proses kurban, Dompet Dhuafa selalu memberikan report terkait hewan kurban yang dibeli masyarakat melalui informasi foto, baik sebelum disembelih maupun setelah disembelih.
Untuk diketahui, Dompet Dhuafa dan Baznas telah bekerjasama dengan beberapa market place terkemuka di Tanah Air, seperti Bukalapak, Shopee, dan Blibli.
Sementara itu, Hestu Winanto, seorang karyawan swasta di bilangan Sudirman, Jakarta Selatan mengaku cukup terbantu dengan adanya skema kurban secara online. Menurut dia, selain harga yang ditawarkan tergolong murah, kepastian penyebaran daging kurban secara lebih merata bisa semakin terjamin.
“Sebelumnya saya beli hewan kurban secara langsung di pasar-pasar. Sekarang dengan adanya fitur kurban online ini sangat memudahkan saya untuk bisa beribadah. Selain itu kita juga bisa bebas memilih daerah mana yang akan menjadi tempat kita berkurban,” ujarnya.
Hestu mengaku membeli hewan kurban jenis kambing ukuran standar dengan harga Rp1,4 juta melalui platform Bukalapak. Untuk wilayah penyalurannya sendiri dia memilih sebuah lokasi di Nusa Tenggara Barat.
“Pertimbangan saya memilih NTB karena daerah tersebut baru saja terkena dampak gempa beberapa waktu lalu,” tuturnya.
Namun, ada satu hal yang membuatnya risau. Saat bertransaksi, Hestu ditawarkan sejumlah hadiah dan juga cashback ketika membeli hewan kurban melalui market place tertentu.
“Takutnya nanti semangat kita berkurban akan luntur karena ada iming-iming hadiah tadi, semacam aji mumpunglah,” katanya.
Dari informasi yang dihimpun redaksi, saat ini memang belum ada ketentuan dari Dewan Syariah Nasional terkait pemberian reward atau casback soal pembelian hewan kurban.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 potensi zakat Indonesia mencapai Rp217 triliun per tahun. Akan tetapi, zakat yang tercatat oleh Baznas baru mencapai Rp6 triliun per tahun.