JAKARTA, INFOBRAND.ID - Perkembangan teknologi digital yang sangat pesat ternyata telah memicu adanya disrupsi atau gangguan yang membuat sejumlah brand mati karena produknya ditinggalkan. Akibat disrupsi bahkan akan membilas atau brand-brand lama dengan brand-brand baru.
Yuswohady, Managing Partner Inventure mengungkap, brand lama dimaksud, adalah brand yang hadir di tahun 70-80 an yang didirikan oleh para baby boomers, dan brand baru merupakan brand yang hadir dalam 10-5 tahun terakhir yang dirintis oleh para milenial. Pembilasan akan semakin masif, terlebih lagi disrupsi tidak hanya dipicu oleh perkembangan teknologi digital, tapi juga dipicu oleh pandemi dan perkembangan market milenial.
Untuk dapat menghindari pembilasan, menurut pengamat brand ini, ada enam prinsip yang dapat dijalankan oleh perusahaan atau brand. Pertama adalah digital, Digitalisasi sangat penting, yang bisa diibaratkan sebuah oksigen yang dibutuhkan oleh orang untuk hidup, artinya perusahaan tidak bisa hidup tanpa teknologi. Namun untuk menjadi digital, perusahaan tidak harus menjadi google atau amazon, tapi dapat menggunakan teknologi sebagai enebler, dalam kegiatan marketing misalnya dengan memanfaatkan media sosial.
Kedua, Agile, dulu sebelum ada disrupsi, barangkali perusahaan bisa bergerak pelan, asal menjalankan SOP, perusahaan bisa jalan. Tapi di era disrupsi, perusahaan harus lincah agar bisa bersaing dengan brand-brand baru yang lahir di era digital, sehingga bisa bertahan hidup. Kunci dari prinsip ini adalah, kecepatan mengambil momentum, kelincahan mengalokasihan sumberdaya, dan ketepatan dalam memilih strategi.
Ketiga, Ecosystem, perbedaan mendasar antara brand lama dan brand baru adalah dari produk yang ditawarkan. Dimana brand lama kebanyakan membuat produk seperti makanan hingga kendaraan seperti mobil. Sementara brand-brand baru, mengutamakan membangun ekosistem kemudian memberikan layanan di dalamnya. Seperti Gojek yang menghubungkan para pemilik kendaraan dengan calon penumpang, di sisi lain melalui aplikasinya.
Keempat Cocreation, harus diakui brand-brand masih memiliki produk yang dibutuhkan oleh masyarakat, namun untuk memasarkannya diperlukan platform digital agar lebih mudah dijangkau. Karena itu brand perlu melakukan cocreation atau kolaborasi, misalnya perusahaan lama seperti Blue Bird berkolaborasi dengan Gojek, untuk tergabung dalam ekosistem yang ada.
Keempat Problem Solving, prinsip ini adalah, siapa yang mampu menyelesaikan di masyarakat akan menjadi brand besar. Dimana brand-brand baru yang lahir di era digital, rata-rata memberikan solusi akan permasalahan yang terjadi di masayarakat, seperti Gojek hadir untuk memecahkan masalah sulitnya menemukan transportasi, Traveloka hadir memecahkan masalah membeli tiket dan memesan hotel.
Dan terakhir, Story, prinsip terakhir ini adalah bagaimana membangun cerita yang menarik terhadap sebuah brand. Karena dengan cerita akan membuat sebuah produk menjadi lebih bermakna. Bahkan dengan sebuah cerita, sebuah brand menjadi viral yang mendatangkan konsumen yang fanatik pada sebuah brand.
Yuswohady meyakini, dengan menjalankan enam prinsip tersebut, sebuah brand akan mampu menghadapi disrupsi yang terjadi, dan tidak terbilas oleh brand-brand baru. Sebab, ruh dari brand adalah value, karena itu perusahaan harus memperbaiki value sehingga tetap relevan di masa kini.(Agus Aryanto)