INFOBRAND.ID- PT Toba Pulp Lestari (TPL) tergetkan pengembangan metodologi terkait perhitungan karbon di tahun 2023. Team Leader Sustainability Department TPL Felix Guslin Putra mengatakan fokus aksi tersebut didasari oleh kondisi perubahan iklim (climate change) yang tengah terjadi tak hanya di Indonesia, tetapi juga dalam cakupan global saat ini.
Sehingga dalam aktualisasinya, Felix menyebut emiten berkode INRU tersebut saat ini sedang mempromosikan Energi Terbarukan (Renewable Energy) serta mengembangkan program-program mendukung lainnya yang juga merupakan bentuk perwujudan menuju Sustainable Development Goals (SDGs) di tahun 2030.
"Itu mungkin tahun ini kita akan launching untuk TPL SDGs 2030. Itu nanti berkaitan dengan community development, tentang bagaimana kita memberikan beasiswa kepada masyarakat-masyarakat sekitar, kemudian ada terkait energi, terkait konservasi, jadi itu nanti masing-masing ada targetnya sendiri," ujar Felix.
Jadi, sambung Felix, terkait tentang karbon, emisi yang dihasilkan, energi yang dihasilkan, pengurangan penggunaan air, pengurangan penggunaan bahan kimia, semua itu sedang ditargetkan. "Sesuai dengan SDGs 2030, target global kan," ucap Felix.
Sedangkan terkait target produksi, Felix memproyeksi akan terjadi penurunan jika dibandingkan dengan tahun sebelummya. Ia menyebut penurunan produksi di 2023 diperkirakan berkurang sekitar 10 sampai 20 persen. "Di 2022 kami bisa produksi sekitar 190.000-an ton, tapi target untuk tahun ini 160.000-an ton. Jadi sekitar 30.000 ton berkurang," sambungnya.
Hal ini disebabkan masih belum tercapainya volume kayu yang bisa dimanfaatkan untuk produksi kapasitas maksimal tahunan pabrik. Sehingga Felix menyebut masih perlunya dilakukan pembenahan Hutan Tanaman Industri (HTI) dan mencari program kemitraan.
"Supaya tahun 2024 dan 2025 kita bisa menaikkan kapasitas produksi dan bisa self supply. Itu tujuannya," timpal Felix.
Pada kesempatan yang sama, Media Relation Manager TPL Dedy Armaya menegaskan bahwa target yang dari perusahaan adalah perhutanan sosial. Karena kemitraan-kemitraan daripada Kelompok Tani Hutan (KTH) inilah yang sejatinya akan dioptimalkan.
"Karena kita memang harus lebih banyak menggali masyarakat yang termasuk dalam program PKR (Perkebunan Kayu Rakyat) kita. Jadi, ada masyarakat yang memiliki lahan, dan dia ingin lahan tersebut dimanfaatkan dan bekerja sama dengan perusahaan, nah itu yang digandeng. Sehingga kita lebih fokus. Karena ini adalah futurenya dalam HTI (Hutan Tanaman Industri)," tambah Dedy.
Dalam hal ini, Felix kembali menambahkan skema PKR yang diambil TPL dilihat berdasarkan fungsi kawasannya. "Jadi engga bisa sembarangan. Hutan produksi, itu kita engga mau. Jadi kita selalu Areal Penggunaan Lain (APL) lah yang kita ajukan kepada masyarakat. Masyarakat punya lahan yang APL, kita ajukan mau gak kerja sama, begini pembagiannya setiap tahun, sistem bagi hasil," pungkasnya.