Disrupsi saat ini telah melanda industri media. Tidak hanya di Indonesia, fenomena ini menyebar keseluruh penjuru dunia. Perubahan pola konsumsi informasi disinyalir menjadi penyebab utama. Masyarakat kini semakin meninggalkan cara-cara konvensional dalam mencari berita.
Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia dilansir oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, disrupsi berarti tercabutnya sesuatu hal dari akarnya. Ini berarti telah terjadi pergeseran pendekatan dan paradigma terhadap suatu objek untuk menuju keseimbangan baru.
Pada gelaran IdeaFest 2019 yang berlangsung di JCC Senayan Jakarta, pada akhir pekan lalu (3-6 Oktober), CEO Visi Media Asia Anindya Bakrie bertutur soal solusi dalam menghadapi disrupsi yang melanda industri media. Dia menyebut, industri media adalah industri kreatif. Untuk itu, setiap individu yang terlibat di dalamnya dituntut memiliki sikap adaptif.
“Yang paling penting di era disrupsi seperti sekarang ini adalah media harus mempunyai keunikan tersendiri. Keunikan itu bisa dari penyajian konten-konten yang asli atau original, sehingga tidak bisa ditiru oleh pihak lain,” tuturnya dalam sebuah wawancara.
Bos Viva Group itu juga menghimbau para pelaku industri untuk terus berinovasi supaya dapat mengantisipasi perubahan yang begitu cepat.
“Sempat juga diskusi mengenai efek positif dan negatif dari teknologi itu sendiri, serta pentingnya kebijakan Pemerintah yang baik dan tepat. Semua tentu dalam konteks optimis menatap masa depan,” sambungnya.
Anindya mencontohkan, pada entitas yang dipimpinnya, Viva selalu mengusung konten original atau intellect property sebagai resep penawar efek domino disrupsi media yang semakin luas.
“Kami percaya, dengan menjual harapan, mimpi dan mentransformasikan hal tersebut dalam kehidupan nyata, maka jalan untuk menjadi champion dan heroes akan terbuka lebar. Kami punya program asli One Pride yang menjadi ajang olah raga mixed martial arts pertama di Indonesia. Lalu kami juga buat One Prix sebagai media pencarian bibit-bibit pembalap handal Tanah Air,” kata dia.
Kontribusi Viva Group lainnya adalah dengan mengangkat tokoh pahlawan lokal, Gundala, untuk menjadi super hero sesungguhnya di rumah sendiri. Ditengah hingar-bingar karakter Marvel Comic yang banyak hadir di layar lebar Indonesia, Anindya bercita-cita untuk membuat ruang bagi tokoh kepahlawanan asli Indonesia.
“Be inspired to inspire others and seize the opportunity to create new exciting things. This is the age of possibilities. Semoga apa yang saya sampaikan bermanfaat, dan sampai jumpa di lain kesempatan. It was indeed a fun afternoon,” tutupnya.