Asian Development Bank (ADB) telah menyetujui $750.000 kepada Indonesia untuk memberikan dukungan pengetahuan dan bantuan teknis guna mempelajari dampak teknologi disruptif terhadap prospek pembangunan di Indonesia.
Potensi manfaat ekonomi digital bagi Indonesia diperkirakan akan cukup besar. Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat pertumbuhan pengguna Internet tercepat di dunia. Berbagai indikator seperti lalu lintas internet, pendapatan dari layanan komputasi awan dan sistem terkait (Internet of Things) tumbuh pesat. Aplikasi pemesanan transportasi online seperti Grab dan Go-Jek tak hanya menciptakan pekerjaan, tetapi juga memberikan penghasilan dan fasilitas lain seperti asuransi kesehatan dan akses pada perbankan yang lebih baik, jika dibandingkan dengan penyedia layanan tradisional. Meskipun demikian, teknologi disruptif juga membawa sejumlah risiko bagi Indonesia dalam bentuk berkurangnya pekerjaan di sektor tertentu dan potensi naiknya ketimpangan.
“Dukungan teknis ADB akan membantu memetakan dampak teknologi disruptif terhadap Indonesia ekonomi, baik secara agregat maupun di tingkat sectoral,” ujar Winfried Wicklein, Kepala Kantor Perwakilan ADB di Indonesia. “Bantuan teknis ini akan mendukung upaya pemerintah memanfaatkan keuntungan teknologi tersebut, sembari mengelola resikonya.”
Peerintah telah mengembagkan “2020 Go Digital Vision” yang bertekad menjadikan Indonesia perekonomian digital terbesar di ASEAN pada 2020. Kebijakan ekonomi ke-14 yang diluncurkan tahun lalu mencakup peta jalan komprehensif untuk mendorong e-commerce. Pemerintah juga menyiapkan berbagai tolok ukur dan program untuk mendorong teknologi finansial (fintech) dan teknologi lainnya sebagai bagian dari upayanya menurunkan kemiskinan dan kesejangan.
“Indonesia berada di persimpangan perubahan teknologi global,” kata Suahasil Nazara, Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan Indonesia. “Pemahaman yang lebih baik terhadap topik yang berkembang cepat ini amatlah esensial, agar kebijakan dan investasi pendukung yang tepat dapat diambil.”
ADB, yang berbasis di Manila, dikhususkan untuk mengurangi kemiskinan di Asia dan Pasifik melalui pertumbuhan ekonomi yang inklusif, pertumbuhan yang menjaga kelestarian lingkungan hidup, dan integrasi kawasan. Didirikan tahun 1966, ADB telah menandai 50 tahun kemitraan pembangunan di kawasan ini. ADB dimiliki oleh 67 anggota—48 di antaranya berada di kawasan Asia dan Pasifik. Pada 2016, total bantuan ADB mencapai $31,7 miliar, termasuk $14 miliar dalam bentuk pembiayaan bersama (cofinancing).