JAKARTA, INFOBRAND.ID - InfiniteEARTH Limited, pengembang proyek Rimba Raya Biodiversity Reserve, mengumumkan rencana agresif untuk mereboisasi lahan awal seluas 2.400 hektar hingga mencapai 10.000 hektar dalam lima tahun ke depan.
Area rehabilitasi hutan ini terdiri atas lahan gambut yang telah mengalami kerusakan akibat praktik pertanian pada masa lalu sebelum proyek dimulai, serta kebakaran hutan yang terjadi ketika musim pembukaan lahan sawit pada 2015 dan 2019. Saat itu, kabut asap dari kebakaran hutan sempat menyelimuti Singapura selama berbulan-bulan.
Rencana agroforestri inovatif ini mencakup pengembangan pertanian komunitas dengan model "Jungle Crop", 50% lahan ditanami tanaman komersial yang berasal dari wilayah lokal dengan metode saling tersebar dan pembudidayaan alami.
Rencana lima tahun yang baru ini didanai melalui kontrak yang terjalin antara Carbon Streaming Corporation dan InfiniteEARTH, serta difasilitasi Izin Area Restorasi yang dipegang PT Rimba Raya Conservation. Rencana ini meningkatkan diversifikasi ekonomi dan otonomi bagi komunitas yang bergantung pada hutan lokal, serta mewujudkan target-target iklim dan pembangunan berkelanjutan Indonesia.
"Setelah seluruh inventori kredit karbon kami terjual pada Maret dan April tahun ini, serta menjelang pengumumkan kebijakan karbon nasional Indonesia, kami akan terus mempersiapkan audit VERRA berikutnya pada tahun ini dengan berinvestasi besar-besaran di area proyek. Rencana Lima Tahun terbaru menjamin pemenuhan kewajiban kami sesuai izin area restorasi dan konservasi, serta mencapai 17 SDG PBB," jelas Todd Lemons, selaku Pendiri InfiniteEARTH.
Menurut rencana ini, inisiatif agroforestri akan menyediakan pendanaan senilai US$10 juta dalam lima tahun ke depan, dan dana senilai US$2 juta segera dicairkan. InfiniteEARTH juga telah menyelesaikan studi kelayakan selama satu tahun untuk mengidentifikasi 16 spesies tanaman komersial di wilayah lokal, termasuk Rambutan, Gembor, Durian, Jengkol, dan Cempedak
Hingga kini, Proyek tersebut berinvestasi secara besar-besaran dalam pencegahan dan pemadaman kebakaran, termasuk pembelian alat-alat dan pengadaan pelatihan bagi tenaga pemadam kebakaran di tingkat komunitas, serta berkolaborasi dan berkoordinasi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP-SPTN 2).
Meski demikian, setiap musim kebakaran hutan menimbulkan berbagai tantangan besar ketika api mulai menjalar lebih dari 1 km dari sumber air utama, Sungai Seruyan. Hal ini terjadi akibat keterbatasan fisik pada alat semprot dan pompa pemadam kebakaran. Pendanaan untuk jaringan sumur-sumur air di seluruh area proyek akan membantu para manajer proyek memadamkan api saat musim pembakaran lahan sawit.