JAKARTA, INFOBRAND.ID - Komunitas sepertinya telah berhasil menjadi senjata ampuh untuk membangun strategi bisnis pada sebuah perusahaan di era digital ini. Tak heran kalau saat ini banyak perusahaan yang tengah sibuk berbenah diri untuk membangun komunitas demi bisa mendongkrak penjualan mereka.
“Suatu brand bisa kuat karena telah didukung oleh komunitas. Dimana digitalisasi telah mengubah cara perusahaan dalam membangun komunitas untuk mereknya,” kata dosen sekaligus peneliti, konsultan dan trainer di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, BM Purwanto pada INFOBRAND.ID.
Meski begitu, lanjut Purwanto, membangun komunitas untuk meningkatkan branding di era digital ini tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Bahkan ini menjadi sangat sulit ketika dilakukan oleh merek-merek baru.
IKLAN INFOBRAND.ID
“Kesulitan utama, terutama bagi merek baru adalah mendapatkan perhatian dari konsumen potensial dan membangun komunitas,” jelasnya.
Untuk itu, perlu digunakannya emotional marketing untuk membangun gerakan atau komunitas yang sesuai dengan target market brand anda dengan memanfaatkan beberapa pemicu psikologis yang berbeda.
Dimana efek ikut-ikutan inilah yang nantinya akan membuat orang penasaran dengan apa yang dilakukan orang banyak. Selain itu, perasaan persahabatan, penerimaan dan kegembiraan juga dapat menciptakan rasa loyalitas terhadap brand tersebut.
“Maka dari itu, untuk bisa menggali kebutuhan konsumen melalui media digital, perusahaan harus bergaul akrab dan mendalam dengan komunitas digital (digital engagement),” kata dia.
Lebih lanjut Purwanto mengatakan, untuk bisa membangun komunitas brand di era digital juga tak lepas dari merek tersebut untuk menempati posisi top of mind. Dengan begitu, merek tersebut akan terus diingat oleh konsumennya sehingga membangun komunitas pun menjadi lebih mudah dilakukan.
IKLAN INFOBRAND.ID
Menurut Purwanto, suatu merek dapat berada di posisi top of mind karena kemampuan merek tersebut dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi konsumennya. “Suatu merek akan berada di posisi top of mind dalam jangka panjang (bisa berpuluh tahun) jika konsumen selalu recall the brand; konsumen recall the brand jika merek tersebut mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya (a problem-solving brand),” ujarnya.
“Namun agar a problem-solving brand memberi pengalaman bernilai bagi konsumen, merek tersebut perlu dikomunikasikan dengan cara yang menarik agar konsumen mencoba dan mendapatkan pengalaman positif dengan merek tersebut,” sambungnya.
Untuk menjadi merek top of mind sendiri, kata Purwanto, tentunya dibutuhkan kunci manajemen pemasaran yang tepat seperti articulation, engagement, empathy, trustworthy, sincerity, reliability, responsiveness dan problem solving.
Selain itu, kesiapan perusahaan dalam mengelola merek di era digital juga dibutuhkan mulai dari menggunakan media secara cerdas, berkomunikasi secara empatik dan jujur, responsif terhadap kebutuhan konsumen, membangun kompetensi merek dalam menyelesaikan masalah konsumen serta dapat meminimumkan gimmicks.
Purwanto menyampaikan, era digital telah berhasil menciptakan persaingan yang ketat antar merek dan perusahaan dalam menghadapi the economy of attention. Dimana merek yang memberi pengalaman positif dan kuat boleh jadi akan mendorong getok-tular digital (e-wom or digital-wom) secara cepat dan luas.
IKLAN INFOBRAND.ID
“Karena semua merek yang mampu menyelesaikan masalah konsumen dan dikomunikasikan dengan cara yang efektif dan atraktif itu akan berpotensi untuk berkembang di ranah digital,” tuturnya.
